Selasa, 25 Agustus 2009

LINGKUNGAN HIDUP BUKAN HANYA MILIK KITA



Tepat di Hari Lingkungan Hidup Sedunia bulan lalu, 5 Juni 2009, saya ingin berbagi.

Ramainya pemberitaan mengenai penipisan lapisan ozon dan pemanasan global sering membuat saya resah, putus asa dan kecewa.

Saya resah karena tahu dan percaya bahwa berdasarkan perkiraan para ahli, dampak perubahan iklim akan semakin dirasakan pada tahun 2050. Pada saat itu kekeringan akan melanda sebagian besar wilayah bumi, air bersih menjadi barang yang sulit didapat dan bencana akan datang lebih sering.

Kenaikan permukaan air laut dan mencairnya gletser kutub akan menyebabkan banyak kota dan pulau di dunia tenggelam karena permukaan air laut akan naik secara cepat. Kenaikan air laut ini, tentu akan memundurkan garis pantai, ‘melenyapkan’ pemukiman penduduk di tepi pantai dan mengakibatkan musnahnya makhluk laut karena tidak mampu bertahan hidup.

Saya juga putus asa karena melihat di banyak tempat begitu banyak orang yang menganggap sepele perbuatan ‘kecil’ yang berdampak besar. Seperti membuang sampah sembarangan tanpa dipilah, tidak mematikan lampu penerangan di jalan raya atau lampu rumah padahal matahari sudah bersinar terang, membiarkan air mengalir tanpa dipakai, membiarkan alat-alat elektronik tetep menempel di stop kontak tanpa digunakan bahkan melakukan pembalakan liar di tempat-tempat yang seharusnya menjadi daerah suaka alam.

Saya mulai kecewa juga, karena ternyata gerakan pengurangan penggunaan plastik masih jauh dari harapan. Semua pembelian berbagai jenis barang selalu diberi bonus tas plastik. Kadang-kadang diberi dua atau tiga lembar supaya kuat. Padahal plastik baru bisa hancur setelah 300 - 400 tahun terpendam didalam tanah. Apa jadinya generasi penerus kita, bila hidup dalam tumpukan plastik di tahun 2050 nanti?

Sebetulnya perubahan gaya hidup ini bisa dimulai dari diri sendiri, keluarga dan lingkungan.

Bila kita lebih peduli dan mulai belajar bertanggung jawab pada diri sendiri, semua akan bisa dikurangi. Pembelian barang-barang yang akan menghasilkan sampah sebaiknya dihindari. Pembelian makanan matang, apa salahnya bila kita membawa wadah sendiri dari rumah. Baju, tas dan sepatu lebih baik dibeli bila memang betul-betul membutuhkan, bukan karena mencari kepuasan pribadi. Penggunaan kertas dan air hendaknya dibatasi. Disiplin untuk melakukan perbuatan hemat energi juga harus di setiap kondisi.

Selain itu kita juga mulai belajar mencintai lingkungan dengan menanam pohon di berbagai tempat dan kegiatan. Alangkah indahnya bila setiap anggota keluarga yang berulang tahun, perayaan pernikahan, kelahiran anggota keluarga baru, pindah rumah bahkan promosi jabatan, ditandai dengan penanaman pohon. Bisa di lingkungan rumah atau kantor. Tidak ada lahan, jangan dijadikan alasan untuk tidak peduli pada lingkungan. Banyak jalan menuju Roma. Banyak cara juga untuk ‘menghijaukan’ lingkungan.

Kekhawatiran banyak kalangan terhadap dampak pemanasan global hendaknya diimbangi dengan perbuatan nyata dari seluruh lapisan masyarakat. Bila semua sudah menyadari dan mau melakukan perbuatan-perbuatan ramah lingkungan dalam kehidupan sehari-hari, dampak negatif ini tentu dapat dikurangi.

Kita tidak ingin anak dan cucu kita kelak menghirup udara penuh karbondioksida sebagai salah satu penyebab terbesar efek rumah kaca. Atau meminum air yang sudah tercemar berbagai bahan kimia. Meski kelak kita sudah meninggal dunia, bumi ini diciptakan Tuhan tidak hanya untuk kita. Masih ada generasi penerus yang mempunyai hak sama untuk menikmati bumi dengan segala isinya. Dalam keadaan sejuk, indah dan tanpa polusi yang membahayakan jiwa.

Saya juga sangat ingin bergabung dengan lembaga sosial lain yang sudah melakukan sosialisasi dan kegiatan daur ulang sampah di masyarakat secara nyata dan konsisten. Di Subang tentu saja.Apalagi disekolah SMP.N.1.Cisalak. Ada yang bisa membantu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar